Translate

Senin, 08 Desember 2014

Rezeki…?

Seorang lelaki melamar pekerjaan sebagai office- boy di istana. Staf istana mewawancarai dia dan memberi tugas membersihkan lantai sebagai tesnya. 

Ilustration

"Kamu diterima," katanya. "Berikan alamat e- mailmu dan saya akan mengirim formulir untuk diisi dan pemberitahuan kapan kamu mulai kerja."
 Lelaki itu menjawab, "Tapi saya tidak punya komputer, apalagi e-mail."

"Maaf," kata staf itu. "Kalau kamu tidak punya e-mail, berarti kamu tidak hidup dan tidak bisa diterima bekerja."

Ilustration

Lelaki itu pergi dengan harapan kosong. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan hanya dengan sedikit uang di dalam kantongnya. Setelah berpikir panjang, ia memutuskan untuk pergi ke pasar & membeli 10 kg tomat. Ia menjual tomat itu dari rumah ke rumah (door-to-door).

Kurang dari 2 jam, dia berhasil melipatgandakan modalnya. Dia melakukan pekerjaan ini tiga kali, dan pulang dengan membawa uang yang cukup untuk hidup beberapa hari. Dia pun sadar bahwa dia bisa bertahan hidup dengan cara ini. 

Ia mulai pergi bekerja lebih pagi dan pulang lebih larut. Uangnya menjadi lebih banyak 2x sampai 3x lipat tiap hari. Dia pun membeli gerobak, lalu truk, dan akhirnya ia memiliki armada kendaraan pengiriman sendiri.

Lima tahun kemudian, lelaki yang tekun dan pekerja keras itu sudah menjadi salah satu pengusaha makanan terbesar. Ia mulai merencanakan masa depannya bersama keluarga dan memutuskan untuk memiliki asuransi jiwa.

Ia menghubungi broker asuransi. Sang broker pun menanyakan alamat e-mailnya. Lelaki itu menjawab, "Saya tidak punya e-mail."

Sang broker bertanya dengan penasaran,"Ah anda pasti bercanda, mana mungkin anda bisa sesukses ini kalo e-mailpun anda tak punya?". Lelaki itu menjawab, "Ya saya memang tidak pintar, tapi saya telah membangun ini semua dengan impian dan kerja keras".

"Anda tidak punya e-mail, tapi sukses membangun sebuah usaha besar. Bisakah Anda bayangkan, sudah jadi apa Anda kalau punya e-mail?"

Lelaki itu menjawab, "Ya, saya akan menjadi office boy di istana"

Sahabat-sahabat terkasih, kisah inspirasi ini mengingatkan kita bahwa jangan pernah jadikan keterbatasan yang orang lain ukurkan kepada anda sebagai suatu tolak ukur keberhasilan hidupmu.




Sukses tidak didapatkan karena kita lebih mengetahui sesuatu daripada orang lain, melainkan karena kita TELAH melakukan sesuatu yang tidak orang lain ketahui. 


http://collection27.blogspot.co.id/2012/05/gagal-jadi-karyawan-sukses-jadi.html
Salam Sukses

Sirkuit Kehidupan


Image

Pernah nonton Formula 1 atau MotoGP? Atau setidaknya tau tentang kedua kosakata tersebut? Singkatnya sih keduanya sama-sama ajang adu kecepatan kendaraan di sirkuit. Setiap pembalap akan mengelilingi sirkuit sejumlah putaran yang telah ditentukan, dan berlomba untuk mencapai garis finish terlebih dahulu. Saya dapat dikatakan cukup menggemari kedua acara ini, setiap kali ada balapan, saya selalu berusaha menyisihkan waktu untuk menyaksikannya, walaupun hanya dari layar kaca.

Di sini sih saya ga akan ngebahas tentang bagaimana hebatnya Fernando Alonso mendahului lawan-lawannya di hairpin, saya juga ga akan ngebahas tentang gimana hebatnya Valentino Rossi melibas setiap tikungan dengan kecepatan tinggi di sirkuit balap, sama sekali enggak, seperti biasanya, tulisan saya ini kembali memaksakan hubungan antar hal yang sebenernya ga ada nyambung-nyambungnya.

Kalau diperhatikan (sebenernya ga perlu diperhatiin juga sih, hal umum kok ini), balapan di sirkuit memiliki sebuah karakteristik, dimulai dari garis start, diakhiri di garis finish, yang mana garis start dan garis finish itu sendiri berada di tempat yang sama. Jadi intinya mau sudah puluhan lap yang dilalui, perpindahan kendaraan dapat dikatakan hampir mendekati nol (ya ya ya, I know, ada jarak dari garis finish ke parc ferme, tapi anggep aj hampir nol deh ya..*maksa*). Dalam balapan, hal ini gak masalah, karena emang tujuan akhirnya ialah menjadi yang tercepat melintasi garis finish, tapi coba dipikir, gimana kalo hal ini terjadi dengan hidup kita.

Pernah gak ngerasa kalo hari-hari berlalu begitu saja? Membuka mata bangun pagi, menjalankan aktivitas di siang hari, pulang ke rumah di malam hari, lalu tidur, rasanya hidup gitu-gitu aja. Capek, tapi ya ga berasa ada peningkatan apa-apa. Sama aja seperti kendaraan yang sedang berjalan di sirkuit, mau ngebut habis-habisan pun, ujung-ujungnya akan berakhir di tempat yang sama. Mau semua tenaga udah dikerahkan buat ngelakuin yang terbaik setiap harinya pun, yang ada cuman ngerasa capek aja, tapi progress hampir mendekati nol. Mungkin ini semua terjadi karena gak adanya tujuan hidup.

Tanpa tujuan, kita gak tau harus ke mana, kita gak tau usaha yang kita lakukan untuk apa, dan pada akhirnya mungkin kita bakal ngerasa stuck, hidup seakan ga ada perkembangan, hanya rutinitas biasa yang harus dijalani. Beda sekali kalau kita tahu ingin ke mana, meskipun dalam sehari progress nya hanya selangkah, tapi karena kita yakin selangkah itu menuju ke arah yang benar, kita bisa tersenyum puas. Tujuan akhir dari balapan di sirkuit adalah kembali ke garis awal, tapi apakah seperti itu dalam hidup? Saya rasa tidak, rugi sekali orang yang hari ini tidak lebih baik dari hari kemarin, apalagi jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin.
Saya pernah merasa terjebak dalam sirkuit kehidupan tersebut, dan apa yang saya lakukan sekarang? Pitstop! Berhenti sejenak, mengatur ulang setting kehidupan, mengorbankan sedikit waktu, demi nanti-nanti yang lebih baik. Percuma aja terus-menerus menghabiskan tenaga kalau masih gak tau untuk apa tenaga itu dihabiskan. Lebih baik berhenti sejenak, berpikir, tentukan tujuan, ubah hal-hal yang gak sesuai, sehingga nantinya tenaga yang dikeluarkan gak akan sia-sia.

Seperti di balapan, saat melakukan pitstop tentu ada waktu yang dikorbankan, yang membuat progress kita lebih lambat, tertinggal dari rekan-rekan lain. Tapi hey, saat setting yang tepat sudah ditemukan, kita dapat melaju lebih cepat, mengejar ketertinggalan, dan mungkin malah dapat melesat jauh ke depan. Dan sekali lagi, kalau harus menganalogikan kehidupan dengan balapan, tampaknya analogi yang tepat adalah bukan dengan balapan sirkuit, tapi dengan reli, dimana kalau kita gak tahu tujuannya ke mana, mau mengemudi secepat apapun kita gak akan pernah menyentuh garis finish.

Satu hal lagi yang penting, kalau hanya membicarakan soal duniawi hidup ini sebenernya bukan balapan, setiap orang punya tujuan yang berbeda, dan cara yang berbeda pula mencapainya. Toh pada akhirnya yang kita kejar adalah kebahagiaan, dan definisi kebahagiaan itu akan berbeda bagi tiap orang. Jadi kenapa harus memaksakan diri bersaing dengan yang lain? Yuk coba berhenti sebentar, berpikir, apa sih yang sebenernya mau kita capai dalam hidup? Semoga kita ga termasuk orang-orang yang menghabiskan tenaga tanpa tahu harus ke mana. Semoga suatu saat nanti, kita bisa mencapai garis finish dan dapat dengan bangga mengingat perjuangan kita untuk sampai ke sana.

Well, in the end, happiness is a state of mind anyways :)

https://adipsujarwadi.wordpress.com/category/pemikiran/

Apa Definisi Dewasa Menurut Kamu ????

Dewasa…!!!!

Beberapa kali kata diatas ditanyakan pada diri saya. Dan mungkin juga beberapa teman mengalami hal yang sama. “ gimana sih biar jadi dewasa ?”, “ apa sih yang namanya dewasa?” dan seabreg pertanyaan dengan berbagai versi..jika dilihat dari jawaban atau defini juga muncul dengan berbagai versi.ada yang mengatakan dewasa itu :” sikapnya tenang, tidak banyak omong. Atau bicara seperlunya…” namun ada juga yang berkata dewasa itu mampu berpikir dengan banyak pandangan untuk menghadapi masalah.

Yahhhh apalah defini dewasa itu memang sangat relatif untuk setiap orang. Setiap orang boleh saja memiliki suatu defini dewasa sementara…ini penting untuk memberikan acuan pada sikap kita. Karena dewasa adalah suatu keadaan yang tercapai bukanlah suatu yang diharapkan.

Analogi kedewasaan menurut thermodinamika.

Suatu keadaan system thermodinamika, dapat dinyatakan dengan suatu property/nilai yang menunjukkan suatu keadaan unik suatu system. Properti ini biasanya dinyatakan dengan nilai tekanan, volume spesifik, suhu, entropy dsb. Nilai ini yang bersifat unik. Karena satu saja nilai berbeda menyatakan bahwa keadaan itu telah berubah atau berbeda dengan keadaan yang lain. Keadaan ini tidak tergantung pada jalur reaksi (path). Artinya reaksi apapun yang terjadi dapat saja mengakibatkan suatu keadaan yang sama.

Lalu bagaimana dewasa itu???

Tentu saja dewasa ditunjukkan oleh suatu nilai-nilai keadaan (properti) yang biasanya bersifat unik untuk setiap orang. Peristiwa, pendidikan, gemblengan apapun yang dialami oleh seseorng dapat saja mengakibatkan suatu pemahaman mendalam terhadap sesuatu yang sama. Semisal arti pentingnya tepat waktu. Ada yang benar-benar memahami arti penting tepat waktu setelah kehilangan kesempatan emas yang telah dinanti lama akibat kecerobohannya memandang ketepatan waktu kehadiran. Ada pula yang memahaminya setelah memperoleh sesuatu yang berharga pada tepat waktu setelah sebelumnya terbiasa mengabaikan sikap tepat waktu. Bermacam-macam lah pengalaman yang dialami. Namun dapat menghasilkan sesuatu yang sama.

Jadi kedewasaan adalah suatu keadaan. Pertanyaannya adalah keadaaa yang mana dari seseorang yang menunjukkan kedewasaan????

Sebagian dari Anda mungkin lebih memandang bahwa dewasa lebih pada kematang mental dibanding fisik. Karena kita mungkin tidak akan berharap bahwa anak sd sudah mampu bersikap dewasa. Namun kita akan heran jika suatu saat anda menemukan bahwa anak sd mampu melakukan sikap seperti orang dewasa. Misal mengalah terhadap adiknya yang lebih kecil untuk hal-hal yang sepele. (bahkan sikap ini terkadang susah dilakukan oleh orang yang sudah berumur dewasa). Apakah anda setuju bahwa kedewasaan muncul dari kemampuan orang untuk belajar dari pengalaman hidup yang dialaminya?? jika ya, anda sependapat dengan saya. Saya selalu percaya bahwa setiap masalah setiap cobaan atau apapun yang terjadi diluar yang diharapkan atau diperjuangkan merupakan pintu gerbang bagi sebuah pendewasaan. Lalu apakah sesuatu yang menyakitkan atau mengecewakan merupakan pembelajaran?atau ada sesuatu yang membanggakan atau membahagiakan juga merupakan suatu pembelajaran??

Dari sudut pandang saya, kedewasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan potensi mentalnya untuk menghadapi hidup. Potensi mental seseorang mungkin sama. Namun seberapa besar potensi itu dapat tergali menjadi kekuatan??? Ini yang memerlukan umpan dari luar sehingga mental dengan sadar menggunakan semua potensi yang dikandungnya untuk menghadpi hidup. Logika dan perasaan memerlukan keseimbangan untuk menujukkan kedewasaan karena itu logika harus senantiasai diasah untuk menghadapi permasalahan hidup dan begitu juga dengan perasaan harus ditingkatkan pula intuisinya sehingga mampu merasakan sesuatu yang terbaik untuk dipegang dalam menghadapi masalah hidup. Ingat bahwa kita punya ego yang sangat dekat dengan perasaan sehingga terkadang ego menjadikan perasaan kita sebagai kuda tunggangan. Namun begitu, kita juga dibekali logika sehingga menjadi pengendali kedua terhadap perasaan kita sehingga tidak muncul menjadi rasa egois yang berlebihan. Intinya keseimbangan antara perasaan dan logika adalah modal utama menuju kedewasaan diri. Anda punya pendapat lain tentang kedewasaan..ayo kita bicarakan bersama demi kedewasaan bersama...

Ini beberapa pendapat yang disampaikan mengenai dewasa:
Berpikir dan bertindak mandiri, dimana kita mampu untuk memikirkan hal perlu diutamakan dan mana yang di nomor duakan.selain itu mampu menghilangkan atau meminimalkan sikap atau sifat kekanak-kanakan. ( Intan)

Bagaimana seseorang memiliki tanggungjawab yang besar terhadap apa yang dia lakukan/kerjakan. (Harland)

Tau apa yang diperbuat dan apa akibatnya, bias membedakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan (Novi)

Berani menghadapi hidup dengan mengandalakan tuhan karena God is Unlimited (Stefani)

Analogi Sepatu


Sudah sekian lama sejak terakhir kali saya menuliskan sesuatu di blog ini. Ya, ada alasan tersendiri kenapa saya malas nulis, karena menulis mengingatkan saya pada sesuatu, yang sebenernya indah untuk dikenang, tapi akan lebih baik kalau disimpan rapat-rapat :)
Dari kalimat pembuka dan pemberian kategori ‘racauan’ pada tulisan ini, cukup jelas bahwa isi dari tulisan ini adalah tumpahan isi kepala dan hati yang sedang patah bergejolak. Jadi kalau sekiranya di hari kesehatan mental sedunia ini anda yang membaca tulisan ini (kalau ada) mengharapkan tulisan yang membuat tersenyum, stop, silahkan pilih bahan bacaan lain.. Hehe..
Sepatu
Anyway,
Tau sepatu? *pertanyaan macam apa ini*
Yup, sepatu yang saya maksud memang sepatu yang biasa kita gunakan untuk alas kaki. Bentuk dan warnanya macem-macem , bahannya juga macem-macem. Bahkan dari model sepatu yang sama pun ukurannya bisa beda-beda. Nah, dari berjuta model dan ukuran sepatu tersebut, tingkat kesukaan tiap orang juga beda-beda, mungkin sepatu X yang disenengin ama si A justru dianggep jelek ama si B.
Saya termasuk orang yang ribet kalo pilih sepatu. Pernah muter-muter keluar masuk toko sepatu berjam-jam dan akhirnya ga jadi beli karena ga nemu model yang pas. Sebaliknya, pernah juga maksain beli sepatu yang ukurannya ga pas, karena ngerasa modelnya bagus banget, ya ujung-ujungnya ga kepake sih akhirnya sepatunya.
Saya percaya, masing-masing dari kita punya kriteria tersendiri dalam memilih sepatu, saya misalnya selalu pilih sepatu yang ga ada tali-nya ini syarat mutlak saya dalam memilih sepatu, makannya suka susah kalo milih sepatu soalnya ga terlalu banyak pilihan model sepatu tanpa tali. Nah, karena relatif jarangnya keberadaan sepatu tanpa tali, pernah sekalinya nemu model sepatu yang oke banget, saya nekad beli, padahal ukurannya gak pas. Hasilnya? Jelas ga nyaman dipake.
Nah, berhubungan dengan cerita sepatu tadi, ada kalanya persoalan kehidupan ini mirip dengan kondisi memilih sepatu tadi. Terkadang kehidupan menghadapkan kita pada keadaan yang memenuhi apa yang kita cari selama ini, tetapi ada suatu hal yang emang ngebuat kita ga bisa memaksakan diri untuk tetap berada pada keadaan tersebut. Layaknya udah nemu sepatu yang modelnya oke, harganya pas, warnanya indah, tapi ukurannya gak pas. Memang, kalo ngikutin yang namanya emosi, pasti awalnya rasanya pengen banget tetep make sepatu tersebut, ‘ah cuman sempit sedikit kok’, ‘ah lama2 juga melar’, dan masih ada banyak alasan lainnya yang bisa menjustifikasi tindakan tersebut. Tapi kalo dipikir baik-baik, buat apa sih terlihat oke kalo ternyata emang ga enak, nyiksa malah, ujung-ujungnya bikin kaki lecet atau bahkan bisa bikin sepatunya jebol kalo dipaksain tetep dipake. Tapi tetep aja ada rasa ‘ga rela’ kan ngelepasin sepatu yang udah kita rasa paling oke dan memenuhi semua kriteria yang kita inginkan dari sebuah sepatu?
Hal seperti ini yang menuntut kedewasaan dan penggunaan akal sehat secara benar-benar sehat. Mungkin ya emang ga pas aja, mungkin emang waktunya yang salah, atau banyak mungkin-mungkin lainnya yang bisa terus menjadi pertanyaan. Yang perlu diyakini sekarang, saat ini emang ‘sepatu’ dan ‘kaki’ ini ga bisa dipaksakan untuk berjalan bersama. Entah di waktu yang akan datang. Mungkin si ‘kaki’ bakal nemu sepatu lain yang lebih cocok, mungkin si ‘sepatu’ bakal nemu kaki dengan ukuran yang pas buat mengenakannya, atau mungkin secara ajaib nanti ukuran ‘kaki’ ataupun ‘sepatu’ bisa jadi pas? Who knows, miracle do come true anyway :)
Tapi buat sekarang, daripada bikin kaki lecet dan sepatu jebol *yang mana jadi zero sum game* , katakanlah emang harus diikhlaskan bahwa sepatu itu bukan buat saya. Berat sih, banget malah, tapi sesuai dengan kata-kata mutiara yang saya dapatkan di social media sebelah : “Melepaskan bukan berarti menyerah, tetapi lebih kepada memahami bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dipaksakan”, memang harus diikhlaskan demi kebaikan bersama, lagi-lagi saya dapat pelajaran hidup yang berharga :)
Teringat potongan lirik lagu zaman masih muda dulu *sekarang juga belum tua sih* :
Ternyata kita sampai pada jalan yang berlainan arah,
Ternyata kita harus memilih,mana jalan yang terbaik tuk semua..
Semua yang terjadi ga akan sia-sia..
Semoga ini memang jalan yang terbaik untuk semua..
Saya percaya :)
Ditulis di atas CommuterLine SUD-BOO, 101012 17:40, di tengah mendungnya langit Depok..

Kuliah Bukan Untuk Kerja




Siapa yang dapat menjamin kesuksesan seseorang? Atau siapakah yang dapat katakan bahwa mahasiswa dengan IPK cumlaude akan menjadi manusia sukses berlimpah harta, sedangkan dengan IPK di luar itu tidak akan berhasil? Berapa banyak mereka yang bekerja justru tidak sesuai dengan titel pendidikannya? Beranikah berargumen mengklaim sebuah ketidakpastian?

Fase dunia pendidikan adalah misteri yang sulit dibuktikan konsistensinya bahkan kerelevansian atas kenyataan. Salah satu dosen saya pernah berkata bahwa mahasiswa hanya berada pada dua keadaan dalam perkuliahan, "pintar" dan "bodoh"! Ketika seorang mahasiswa dapat menjawab sebuah pertanyaan dosen dia akan terlihat pintar, namun ketika satu jam kemudian mahasiswa yang sama tidak dapat  menjawab, maka dia bodoh.

Pada dasarnya kedua hal ini sangat ekstrem dijadikan sebuah analogi, namun akan sangat mengena jika ternyata apa yang dikemukakan terjelaskan sebagai kontrol pribadi atas suatu kesombongan dalam proses sebagai seorang mahasiswa hanya karena dapat menjawab dan kontrol kepercayaan diri hanya karena suatu ketika kamu tidak dapat menjawab. Hal demikian yang menisyaratkan bahwa stigma “pintar” terjadi karena ia tahu apa yang tidak diketahui orang lain dan stigma “bodoh” terjadi karena ia tidak tahu apa yang orang lain tahu.

Jadi bukanlah pintar dan bodoh, namun dapat saya geser dengan penamaan mereka yang "tahu" dan mereka yang "belum tahu".

Kehidupan mahasiswa dalam kampus sangat dinamis dan penuh ketidakpastian, maka pastikan saja untuk terus yakin pada kebaikan yang selalu dijalani.

Karena pendidikan itu tidak mutlak menyiapkan kita hanya pada kesiapan keilmuan, namun lebih besar lagi bahwa sejatinya pendidikan menyiapkan kedewasaan mental seseorang, untuk menyelesaikan masalah yang pelik dan sistemik serta besar, untuk dapat berpikir secara urut logis, dan juga dapat melihat gambar besar dari setiap permasalahan yang dihadapi. Kalau hal itu dikuasai saat kuliah, maka memungkinkan seseorang untuk dapat bekerja di bidang apapun.

Jadi kesempatan kuliah dengan titel pendidikan formal yang didapat, bukanlah penjaminan untuk bekerja. Kuliahlah dengan semangat pembelajar, lalu pastikan untuk membangun mental agar dapat dipekerjakan dimanapun dan dapat mencapai kesuksesan! Mungkinkah ?

Jumat, 05 Desember 2014

Antara Mimpi Dan Impian ?



Akankah mimpi kita saat ini akan menjadi kenyataan untuk hari esok? Jawabnya sederhana saja. Jika Anda adalah orang yang optimis, Anda akan menyetujuinya. Tapi mungkin saja Anda masih berpikir, lalu otak berputar mencari bantahan terhadap ungkapan ini. Bahkan Anda yang membantah bahwa kita tidak boleh sok tahu dengan masa depan, karena itu adalah urusan yang maha kuasa. Kita bukannya sok tahu tentang masa depan, namun kita menginginkan sesuatu seperti yang kita ipikan untuk masa depan, atau yang kita sebut dengan cita-cita. Karma Mimpi, selagi kita menafsirkannya menjadi positif, maka akan mengarahkan tindakan kita pada hal yang positif.Lantas bagaimana agar impiani kita menjadi kenyataan di hari esok?

Perbedaan Mimpi dengan impian.

Mimpi adalah sebuah bunga malam dimana mimpi itu akan datang pada saat kita tertidur. Maaf saya sendiri sering kali bermimpi tentang apa yang saya pernah lakukan pada siang hari. Mungkin anda juga pernah mengalami hal seperti itu kan? Nah bagaimana kalau impian? Impian adalah sebuah Motivasi diri untuk mencapai apa yang kita impikan. Saya sangat bangga dengan apa yang dikatakan Pak Rudi M Nur pada saat beliau menjadi pembicara pada salah satu seminar tahun lalu. Buatlah sebuah impian dan tulis impian itu pada buku impian anda, taruh di dekat anda lalu buka dan baca pada saat anda hendak tidur guna untuk membuat rasa ingin memiliki itu terus tertanam.

Agar impian kita menjadi kenyataan dan bukan sekedar basa basi, sudan tentu ada syarat-syarat yang harus kita penuhi. Bertindak? jelas, tetapi bertindak dalam hal yang positip bukan segalanya. Kebanyakan orang akan mengatakan mimpi tanpa tindakan akan percuma, betul itu namun pemahaman ini belum sepenuhnya benar karena ada pemisahan antara impian dan tindakan. Padahal, impian dan tindakan adalah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan.Lantas bagaimana? Tidak perlu bertindak? Bukan itu yang maksud. Maksudnya adalah impian itu sendiri akan membawa tindakan. Tindakan Anda yang lahir itu adalah hasil dari impian anda. Jika seseorang mengaku memiliki impian besar tetapi tidak ada tindakan untuk mewujudkannya, artinya dia tidak benar-benar punya impian. Impiannya hanya di mulut saja sebagai hiasan dalam bicara. 

Jika impian tersebut sudah tertanam dalam hati, maka tindakan akan secara otomatis mengikutinya. Jadi, kunci utama supaya mimpi menjadi kenyataan hendaknya kita harus benar-benar menginginkan impian itu. Tindakan akan mengikuti secara otomatis tanpa harus diperintah lagi. Tindakan otomatis inilah yang akan menjadikan impian itu adalah sebuah kenyataan. Anda tidak akan nyaman hanya berdiam diri saja tanpa melakukan usaha yang mendekatkan kepada impian. Tidak perlu di dorong-dorong oleh orang lain atau diri sendiri. Impian itu sendiri yang akan membawa kita untuk melakukan tindakan. Berbuatlah yang banyak maka hasilnya juga akan menjadi banyak dan berpikirlah positip maka yang akan kita hasilkan juga adalah sesuatu yang positip.

Disaat Anda sudah memiliki impian yang benar-benar impian, Anda sudah punya sumber energi yang dahsyat. Anda sudah punya arah yang jelas, yaitu impian Anda. Tetapi, untuk menghubungkan tempat Anda saat ini dengan tempat tujuan Anda, Anda memerlukan kompas. Kompas inilah yang menjadi petunjuk arah, kemana Anda harus melangkah. Untuk tujuan yang dekat atau tujuan yang sudah Anda ketahui, Anda tidak perlu kompas dalam bentuk fisik, sebab kompas tersebut sudah tergambar dalam impian Anda. Namun untuk tujuan jauh dan belum pernah Anda kunjungi sebelumnya, kompas itu sangat diperlukan supaya Anda tidak salah arah dan tujuan.

Kekuatan Sebuah Impian

Saat kita terbangun di pagi yang cerah terdapat dua pilihan yang harus kita pilih, yaitu melanjutkan mimpi indah kita ATAU membuat impian kita menjadi kenyataan yang indah. 

Kebanyakan orang hanya menganggap mimpi adalah suatu hal yang sepele dan hanyalah khayalan semata. Seharusnya mimpi yang kita punya jangan hanya dijadikan sebuah khayalan saja, tapi jadikan juga sesuatu tujuan (goal) yang ingin kita raih dan kita idam-idamkan untuk menjadi kenyataan di masa depan atau bisa kita sebut dengan IMPIAN. Kita harus mengubah mimpi kita menjadi impian, karena apabila menjadi sebuah impian kita bertekad dengan sungguh-sungguh dalam menggapainya.

Tapi perlu diketahui bahwa mimpi yang sudah menjadi impian pun tidak ada artinya apabila tidak ada usaha untuk merealisasikannya menjadi kenyataan. Bangunlah dari tidur kita lalu capai dan raihlah impian kita! Saya pernah mendengar kata yang sangat menginspirasi dari film Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yaitu, “Bukanlah seberapa besar mimpi Anda, tapi seberapa besar Anda untuk mimpi Anda.”

Seringkali kita dengar, “Kalau mimpi jangan tinggi-tinggi ‘Bro! Kalau jatuh nanti sakit!” Banyak orang yang tidak berani bermimpi dan memiliki impian tinggi karena kalau jatuh sakit. Sebenarnya tidak ada salahnya memiliki mimpi setinggi mungkin, asal kita bisa mengubahnya menjadi sebuah impian dan punya komitmen yang kuat dalam menggapainya. Banyak orang yang bermimpi setinggi mungkin tapi tidak menjadikannya sebuah impian, sehingga mimpi tersebut hanyalah menjadi angan-angan belaka. Ada juga yang sudah punya impian tapi tidak punya komitmen yang kuat, sehingga saat ada 1 orang saja meremehkannya malah langsung 3D (Drop, Down, Desperate) padahal ia tidak menyadari ada 100 orang yang mendukung mimpinya. Percayalah saat 1 pintu tertutup, masih ada 100 pintu terbuka. Hanya saja terkadang kita sudah 3D dulu sebelum menemukan 100 pintu terbuka itu. Saat kita punya komitmen, jatuh dari impian setinggi apapun hanya terasa seperti tersandung batu kerikil.

Simak kisah nyata dari Kolonel Sanders! Impiannya untuk membangun suatu restoran dengan konsep franchise ditolak oleh ribuan orang, dan pada orang ke-1007 barulah mimpinya diterima. Teman-teman, bayangkan komitmen dari Kolonel Sanders begitu kuat! Jatuh-bangkit sampai ribuan kali pun ia tetap memiliki komitmen sekeras baja. Maka dari itu, bermimpilah lalu ubahlah menjadi sebuah impian dan berkomitmenlah pada impian kita tersebut.

Semua orang-orang sukses di dunia tidak akan pernah sukses tanpa punya mimpi di awal karirnya. Karena saat kita bertekad untuk mau menjadi orang sukses, yang PALING penting itu bukanlah berani gagal, take action, bangkit setelah jatuh, mental baja. Bagaimana kita mau melakukan itu semua kalau mimpi dan tujuan belum ada? Maka yang paling penting, pertama kali, adalah PUNYA MIMPI.

http://www.andriewongso.com/artikel/viewarticleprint.php?idartikel=3934

Mungkin Ya, Mungkin Tidak

Foto: Mungkin Ya, Mungkin Tidak

Pada zaman dahulu, disebuah desa tinggal seorang ulama yang bijaksana. Karena kebijaksanaannya, ulama ini selalu dijadikan tempat bertanya dan meminta nasihat orang-orang desa itu. Salah satu penduduk desa adalah seorang pedagang kecil yang setiap hari dengan menggunakan kereta kudanya berkeliling antar desa untuk berjualan.

Hingga pada suatu hari kuda satu-satunya itu mati mendadak. Dia kebingungan karena tidak siap untuk mencari kuda pengganti. Apalagi untuk membeli kuda baru ia belum punya uang. Kebingungannya bertambah-tambah karena barang dagangannya yang berupa sayur mayur menjadi layu dan busuk.

Dengan sedih hati pedagang tadi menemui sang ulama."Kyai, tolonglah saya, saya sedang mendapat musibah, kuda satu-satunya yang merupakan tulang punggung saya untuk mendapatkan nafkah telah mati. Harus kemana saya bisa mendapatkan uang untuk anak istri? Ini adalah musibah yang buruk yang menimpa saya," kata sang pedagang.

Ulama itu lalu berkata,"Mungkin ya, mungkin juga tidak." Sehingga pedagang sayur yang mendengar jawaban ulama merasa bingung, bahkan menganggap ulama tersebut sedang kacau pikirannya.

Namun keesokan harinya, tiba-tiba dihalaman rumah pedagang, muncul seekor kuda yang masih muda. Dalam hatinya timbul pertanyaan,"Ini kuda siapa?." Ia pun menangkap kuda itu. Maka bahagialah pedagang ini. Kuda yang ditangkapnya lebih muda, kekar dan sehat dibandingkan kudanya yang mati.

Ia datang kembali kepada ulama dan berkata,"Kyai, maafkan saya ternyata ucapan kyai benar. Sekarang saya mempunyai kuda yang lebih baik dibandingkan kuda saya yang dulu. Bukankah ini adalah hal yang terbaik yang saya dapatkan?."

Ulama itu berkata,"Mungkin ya, mungkin juga tidak." Pedagang itu kecewa dengan ucapan sang ulama. Dia pun pulang sambil geleng-geleng kepala. "Ulama itu pasti sedang stres batinnya." gumam pedagang.

Beberapa hari kemudian, anaknya yang masih muda mencoba menaiki kuda baru itu. dia jatuh dan kakinya diinjak oleh kuda. Akibatnya kaki anaknya patah. Betapa kecewa dan sedihnya pedagang itu karena anak lelakinya yang diharapkan menjadi penerus usahanya, kakinya kini lumpuh. Pedagang ini pun kembali mendatangi sang ulama dan berkata, "kyai, saat ini saya benar-benar mendapat musibah, anak saya kini tak bisa membantu usaha saya. Sekarang kakinya lumpuh tak bisa bergerak. Kini kyai pasti setuju musibah ini adalah hal terburuk yang saya alami."
 
Ulama itu berkata,"Mungkin ya, mungkin juga tidak." mendengar ucapan kyai pedagang kembali kecewa. Dan bahkan sekarang merasa marah. Dia pun pulang sambil menggerutu.

Sebulan kemudian, kerajaan dinegara tersebut berperag dengan kerajaan lain. Dikarenakan kekurangan tentara, kerajaan mewajibkan setiap pemuda yang berbadan sehat untuk menjadi tentara. Karena lumpuh anak pedagang itu dibebaskan dari kewajiban itu. Kini sang pedagang bersyukur, dan mengerti maksud dari ucapan ulama bijaksana itu.

Demikian manusia, sering terlalu cepat menyimpulkan sesuatu. Padahal yang kita sukai belum tentu baik bagi kita, dan hal yang kita benci belum tentu buruk untuk kita.


Pada zaman dahulu, disebuah desa tinggal seorang ulama yang bijaksana. Karena kebijaksanaannya, ulama ini selalu dijadikan tempat bertanya dan meminta nasihat orang-orang desa itu. Salah satu penduduk desa adalah seorang pedagang kecil yang setiap hari dengan menggunakan kereta kudanya berkeliling antar desa untuk berjualan.

Hingga pada suatu hari kuda satu-satunya itu mati mendadak. Dia kebingungan karena tidak siap untuk mencari kuda pengganti. Apalagi untuk membeli kuda baru ia belum punya uang. Kebingungannya bertambah-tambah karena barang dagangannya yang berupa sayur mayur menjadi layu dan busuk.

Dengan sedih hati pedagang tadi menemui sang ulama."Kyai, tolonglah saya, saya sedang mendapat musibah, kuda satu-satunya yang merupakan tulang punggung saya untuk mendapatkan nafkah telah mati. Harus kemana saya bisa mendapatkan uang untuk anak istri? Ini adalah musibah yang buruk yang menimpa saya," kata sang pedagang.

Ulama itu lalu berkata,"Mungkin ya, mungkin juga tidak." Sehingga pedagang sayur yang mendengar jawaban ulama merasa bingung, bahkan menganggap ulama tersebut sedang kacau pikirannya.

Namun keesokan harinya, tiba-tiba dihalaman rumah pedagang, muncul seekor kuda yang masih muda. Dalam hatinya timbul pertanyaan,"Ini kuda siapa?." Ia pun menangkap kuda itu. Maka bahagialah pedagang ini. Kuda yang ditangkapnya lebih muda, kekar dan sehat dibandingkan kudanya yang mati.

Ia datang kembali kepada ulama dan berkata,"Kyai, maafkan saya ternyata ucapan kyai benar. Sekarang saya mempunyai kuda yang lebih baik dibandingkan kuda saya yang dulu. Bukankah ini adalah hal yang terbaik yang saya dapatkan?."

Ulama itu berkata,"Mungkin ya, mungkin juga tidak." Pedagang itu kecewa dengan ucapan sang ulama. Dia pun pulang sambil geleng-geleng kepala. "Ulama itu pasti sedang stres batinnya." gumam pedagang.

Beberapa hari kemudian, anaknya yang masih muda mencoba menaiki kuda baru itu. dia jatuh dan kakinya diinjak oleh kuda. Akibatnya kaki anaknya patah. Betapa kecewa dan sedihnya pedagang itu karena anak lelakinya yang diharapkan menjadi penerus usahanya, kakinya kini lumpuh. Pedagang ini pun kembali mendatangi sang ulama dan berkata, "kyai, saat ini saya benar-benar mendapat musibah, anak saya kini tak bisa membantu usaha saya. Sekarang kakinya lumpuh tak bisa bergerak. Kini kyai pasti setuju musibah ini adalah hal terburuk yang saya alami."

Ulama itu berkata,"Mungkin ya, mungkin juga tidak." mendengar ucapan kyai pedagang kembali kecewa. Dan bahkan sekarang merasa marah. Dia pun pulang sambil menggerutu.

Sebulan kemudian, kerajaan dinegara tersebut berperag dengan kerajaan lain. Dikarenakan kekurangan tentara, kerajaan mewajibkan setiap pemuda yang berbadan sehat untuk menjadi tentara. Karena lumpuh anak pedagang itu dibebaskan dari kewajiban itu. Kini sang pedagang bersyukur, dan mengerti maksud dari ucapan ulama bijaksana itu.

Demikian manusia, sering terlalu cepat menyimpulkan sesuatu. Padahal yang kita sukai belum tentu baik bagi kita, dan hal yang kita benci belum tentu buruk untuk kita.
— bersama Sawinah Oke Punya.

Monyet Dan Kura-kura


Foto: [Cerita]

Monyet Dan Kura-kura

Pada suatu masa, seekor kura kura melihat sebatang kayu besar mengambang di sungai, terhanyut dengan cepat. Ketika batang kayu itu mendekat, kura-kura melihat bahwa batang kayu itu adalah sebuah pohon pisang, dan ia berpikir, "Wah, bagus sekali jika ditanam," jadi ia mencebur ke air dan berenang ke arah pohon.

Kura-kura menarik pohon itu, berharap bisa menariknya ke tepi sungai, tetapi ia terlalu kecil, pohon itu berat, dan arusnya terlalu deras. Segera saja kura-kura kelelahan, dan ia pikir ia harus mencari seseorang untuk membantunya. la melihat keliling dan melihat seekor monyet sedang duduk di tepi sungai. Monyet itu menertawakannya.

"Mengapa kamu tertawa?" teriak kura-kura. "Tidakkah kamu melihat aku sedang berjuang sekuat tenaga?"

"Aku melihatnya!" tawa si monyet. "Aku melihatnya!"

"Ayo tolong aku," mohon sang kura-kura. "Dan jika kamu menolong aku, aku akan membagi pohon pisang ini denganmu!"

Nah, ketika monyet mendengar kata "pisang," ia segera melompat ke dalam air, dan bersama-sama mereka menarik pohon pisang ke tepi.

Ketika tiba di rumah kura-kura, ia berkata "Nah, sekarang, monyet, bantulah aku menggali tanah untuk menanam pohon ini."

"Tetapi ini kebunmu," kata monyet, "tadi kamu bilang kita akan membaginya."

"Memang begitu," kata kura-kura. "Kita akan menanarn pohon ini, dan ketika sudah berbuah pisang, kita akan membagi hasil dari usaha kita." Kemudian ia tersenyum, bangga akan ide cemerlangnya.

Tetapi monyet tidak memerhatikan; ia tidak peduli dengan kecerdasan kura-kura, dan ia tidak suka kerja keras. "Menurutku, kita belah dua saja sekarang, dan saya akan membawa bagian saya."

"Tetapi monyet," kata kura-kura, "bukan begitu caranya membagi sebuah pohon."

"Aku ingin bagianku!" teriak monyet "Dan aku akan membawa bagianku sekarang juga!"

Kura-kura menarik nafas. "Baiklah katau begitu, bagian mana yang kamu inginkan?"

Monyet memerhatikan pohon itu dan mempelajarinya keras-keras, tetapi ketika ia melihat daun-daun indah dan segar di bagian atas pohon, ia tahu apa yang diinginkannya. "Aku ingin bagian atasnya!"

'Baiklah," kata kura-kura, dan ia memanggil keluarganya untuk membantu memotong pohon itu.

Kemudian kura-kura menanam separuh bagian bawah pohon itu di kebunnya, dan monyet membawa separuh bagian atas pohon pulang ke rumah dan menanamnya di halamannya.
Tentu saja separuh bagian atas pohon itu kemudian mengering dan mati, tetapi separuh bagian bawah, dengan akar-akarnya yang kuat, menumbuhkan anak-anak pohon berdaun baru, dan akhirnya setandan pisang masak.

Ketika pisang itu siap dipanen, kura-kura teringat pada monyet dan ia pergi mengunjunginya. "Aku memintamu untuk memanjat pohonku, dan untuk usahamu aku akan memberimu beberapa pisang," katanya.
"Pisang!" teriak monyet, dan ia lupa pada pohonnya sendiri, ia segera berlari ke kebun kura-kura dan memanjat pohon. Di atas pohon ia duduk, memakan pisang itu satu persatu.

"Hei, monyet!" teriak kura-kura. "Berhentitah memakan semua pisangku. Bawalah turun!"

"Tidak!" teriak monyet. Dulu kamu mencoba menipuku dengan memberiku bagian pohon yang buruk. Sekarang gitiranku untuk menang!"

Ini membuat kura-kura sangat marah, karena ia tidak pernah bermaksud menipu monyet - ia tidak bisa menolong jika monyet bodoh dan malas. Di datam kemarahannya ia pergi ke hutan dan mengumpulkan duri-duri dari setiap semak berduri, dan menebarkannya di kaki pohon.

Ketika monyet selesai menghabiskan semua pisang, ia metompat ke tanah, tetapi tentu saja ia mendarat di duri-duri itu. "Aduhl" teriaknya kesakitan. "Aduh! Aduh!" la terns melornpat ke sans-kernari, tetapi kemanapun ia melornpat, duri menusuknya.

la mendengar tawa tertahan dari semak, kemudian tawa keras, dan menyadari bahwa semua kura-kura menertawakannya.
"Awas kalian!" teriak monyet, dan ia berlari ke arah mereka dan membalikkan semua kura-kura.
Sekarang semua kura-kura berbaring tertentang tidak berdaya, dan tawa mereka segera beralih menjadi airmata - kecuali kura-kura yang tertua, yang bijaksana dan tidak takut pada monyet yang dungu.

"Aku memberi kalian pelajaran untuk kelicikan kalian!" teriak monyet. "Aku akan mengambil palu dan menumbuk kalian seperti tepung. Atau mungkin aku akan membawa kalian ke puncak gunung dan melempar kalian ke bawah. Atau mungkin aku akan menusukkan duri-duri ini ke balik kerang kalian. Atau mungkin aku hanya akan ... mmm ... mungkin aku akan ..."

Tetapi sebelum monyet dapat menyelesaikan kalimatnya, kura-kura berteriak, "Tumbuk saja kami! Atau tusukkan duri-duri itu, Oh, tolonglah, monyet. Lakukan apa saja yang kamu inginkan, tetapi apapun yang kamu lakukan, tolong jangan lempar kami ke dalam air. Kamu tahu tanpa bantuanmu kami akan tenggelam. "

Ini menghentikan monyet sebentar, dan kemudian ia ingat ia pernah melihat kura-kura terengah-engah berjuang di sungai, jadi ia tertawa, dan berkata, "Itulah yang akan aku lakukan! Membuang kalian ke sungai, satu persatu!"

Satu persatu ia memungut kura-kura dan melemparnya sekeras mungkin ke dalam sungai. la tergelak ketika mendengar percikan air, dan dengan senang memerhatikan setiap kura-kura tenggelam dari pandangan.

"Ah ha! Tidak akan ada lagi kura-kura yang akan menipuku!" serunya - tetapi kemudian, satu persatu  kura-kura muncul di permukaan, dan mereka berteriak, "Terima kasih, monyet! Terima kasih telah melempar kami ke tempat yang aman!"
 
Semua kura-kura hidup bahagia sesudah pengalaman itu, dan tidak pernah lagi meminta pertolongan monyet.


Pada suatu masa, seekor kura kura melihat sebatang kayu besar mengambang di sungai, terhanyut dengan cepat. Ketika batang kayu itu mendekat, kura-kura melihat bahwa batang kayu itu adalah sebuah pohon pisang, dan ia berpikir, "Wah, bagus sekali jika ditanam," jadi ia mencebur ke air dan berenang ke arah pohon.

Kura-kura menarik pohon itu, berharap bisa menariknya ke tepi sungai, tetapi ia terlalu kecil, pohon itu berat, dan arusnya terlalu deras. Segera saja kura-kura kelelahan, dan ia pikir ia harus mencari seseorang untuk membantunya. la melihat keliling dan melihat seekor monyet sedang duduk di tepi sungai. Monyet itu menertawakannya.

"Mengapa kamu tertawa?" teriak kura-kura. "Tidakkah kamu melihat aku sedang berjuang sekuat tenaga?"

"Aku melihatnya!" tawa si monyet. "Aku melihatnya!"

"Ayo tolong aku," mohon sang kura-kura. "Dan jika kamu menolong aku, aku akan membagi pohon pisang ini denganmu!"

Nah, ketika monyet mendengar kata "pisang," ia segera melompat ke dalam air, dan bersama-sama mereka menarik pohon pisang ke tepi.

Ketika tiba di rumah kura-kura, ia berkata "Nah, sekarang, monyet, bantulah aku menggali tanah untuk menanam pohon ini."

"Tetapi ini kebunmu," kata monyet, "tadi kamu bilang kita akan membaginya."

"Memang begitu," kata kura-kura. "Kita akan menanarn pohon ini, dan ketika sudah berbuah pisang, kita akan membagi hasil dari usaha kita." Kemudian ia tersenyum, bangga akan ide cemerlangnya.

Tetapi monyet tidak memerhatikan; ia tidak peduli dengan kecerdasan kura-kura, dan ia tidak suka kerja keras. "Menurutku, kita belah dua saja sekarang, dan saya akan membawa bagian saya."

"Tetapi monyet," kata kura-kura, "bukan begitu caranya membagi sebuah pohon."

"Aku ingin bagianku!" teriak monyet "Dan aku akan membawa bagianku sekarang juga!"

Kura-kura menarik nafas. "Baiklah katau begitu, bagian mana yang kamu inginkan?"

Monyet memerhatikan pohon itu dan mempelajarinya keras-keras, tetapi ketika ia melihat daun-daun indah dan segar di bagian atas pohon, ia tahu apa yang diinginkannya. "Aku ingin bagian atasnya!"

'Baiklah," kata kura-kura, dan ia memanggil keluarganya untuk membantu memotong pohon itu.

Kemudian kura-kura menanam separuh bagian bawah pohon itu di kebunnya, dan monyet membawa separuh bagian atas pohon pulang ke rumah dan menanamnya di halamannya.
Tentu saja separuh bagian atas pohon itu kemudian mengering dan mati, tetapi separuh bagian bawah, dengan akar-akarnya yang kuat, menumbuhkan anak-anak pohon berdaun baru, dan akhirnya setandan pisang masak.

Ketika pisang itu siap dipanen, kura-kura teringat pada monyet dan ia pergi mengunjunginya. "Aku memintamu untuk memanjat pohonku, dan untuk usahamu aku akan memberimu beberapa pisang," katanya.
"Pisang!" teriak monyet, dan ia lupa pada pohonnya sendiri, ia segera berlari ke kebun kura-kura dan memanjat pohon. Di atas pohon ia duduk, memakan pisang itu satu persatu.

"Hei, monyet!" teriak kura-kura. "Berhentitah memakan semua pisangku. Bawalah turun!"

"Tidak!" teriak monyet. Dulu kamu mencoba menipuku dengan memberiku bagian pohon yang buruk. Sekarang gitiranku untuk menang!"

Ini membuat kura-kura sangat marah, karena ia tidak pernah bermaksud menipu monyet - ia tidak bisa menolong jika monyet bodoh dan malas. Di datam kemarahannya ia pergi ke hutan dan mengumpulkan duri-duri dari setiap semak berduri, dan menebarkannya di kaki pohon.

Ketika monyet selesai menghabiskan semua pisang, ia metompat ke tanah, tetapi tentu saja ia mendarat di duri-duri itu. "Aduhl" teriaknya kesakitan. "Aduh! Aduh!" la terns melornpat ke sans-kernari, tetapi kemanapun ia melornpat, duri menusuknya.

la mendengar tawa tertahan dari semak, kemudian tawa keras, dan menyadari bahwa semua kura-kura menertawakannya.
"Awas kalian!" teriak monyet, dan ia berlari ke arah mereka dan membalikkan semua kura-kura.
Sekarang semua kura-kura berbaring tertentang tidak berdaya, dan tawa mereka segera beralih menjadi airmata - kecuali kura-kura yang tertua, yang bijaksana dan tidak takut pada monyet yang dungu.

"Aku memberi kalian pelajaran untuk kelicikan kalian!" teriak monyet. "Aku akan mengambil palu dan menumbuk kalian seperti tepung. Atau mungkin aku akan membawa kalian ke puncak gunung dan melempar kalian ke bawah. Atau mungkin aku akan menusukkan duri-duri ini ke balik kerang kalian. Atau mungkin aku hanya akan ... mmm ... mungkin aku akan ..."

Tetapi sebelum monyet dapat menyelesaikan kalimatnya, kura-kura berteriak, "Tumbuk saja kami! Atau tusukkan duri-duri itu, Oh, tolonglah, monyet. Lakukan apa saja yang kamu inginkan, tetapi apapun yang kamu lakukan, tolong jangan lempar kami ke dalam air. Kamu tahu tanpa bantuanmu kami akan tenggelam. "

Ini menghentikan monyet sebentar, dan kemudian ia ingat ia pernah melihat kura-kura terengah-engah berjuang di sungai, jadi ia tertawa, dan berkata, "Itulah yang akan aku lakukan! Membuang kalian ke sungai, satu persatu!"

Satu persatu ia memungut kura-kura dan melemparnya sekeras mungkin ke dalam sungai. la tergelak ketika mendengar percikan air, dan dengan senang memerhatikan setiap kura-kura tenggelam dari pandangan.

"Ah ha! Tidak akan ada lagi kura-kura yang akan menipuku!" serunya - tetapi kemudian, satu persatu kura-kura muncul di permukaan, dan mereka berteriak, "Terima kasih, monyet! Terima kasih telah melempar kami ke tempat yang aman!"

Semua kura-kura hidup bahagia sesudah pengalaman itu, dan tidak pernah lagi meminta pertolongan monyet.
— bersama Mvhiewhiedianty Akandclaluchyangamaqmu Salawasnasalaminasamampuna dan 5 lainnya.

Raja dan Penasehatnya

Foto: Raja dan Penasehatnya

Di sebuah kerajaan yang sangat makmur, hiduplah seorang Raja yang pemberani dan penasehatnya yang bijaksana. Suatu hari sang raja dan penasehat pergi berburu. Malangnya, terjadilah kecelakaan yang mengakibatkan jari kelingking sang raja terputus. Maka pulanglah rombongan ini dalam keadaan yang gundah. Setelah mengalami perawatan beberapa hari, sang Raja mulai pulih secara fisik, tetapi dia masih sangat malu untuk muncul di depan umum. Maka dipanggillah sang penasehat.

Raja : "Penasehat, bagaimana menurut pendapatmu keadaanku yang tidak lengkap lagi ini?"
Penasehat : "Tidak masalah, baginda. Itu baik-baik saja. Bersyukurlah bahwa hanya kelingking yang hilang"

Mendengar ini marahlah raja kepada penasehat. Dia berdebat panas dengan sang penasehat yang akhirnya dipenjarakan karena dianggap menghina Raja. Diangkatlah seorang penasehat baru.

Raja tidak bisa meninggalkan hobi berburunya. Setelah sembuh total, dia bersama penasehat barunya berburu kembali ke hutan yang lain. Tetapi kembali sebuah kemalangan menimpa rombongan ini. Sedang asyik-asyiknya mengejar kijang buruan, maka tersesatlah raja dan penasehat di hutan tersebut. Mereka tertangkap oleh segerombolan suku liar di hutan itu, dan segera diikat untuk dikorbankan kepada dewa suku itu.

Upacara sudah disiapkan. Kuali raksasa diisi air dan sudah dipanaskan. Kedua tawanan dibawa siap untuk disembelih dan dimasak. Tiba-tiba sang dukun berteriak, bahwa si Raja tidak boleh ikut disembelih karena cacat di kelingkingnya. Korban harus sempurna tidak boleh cacat. Maka raja itu dibuang ke hutan, dan setelah 3 hari bertemu pasukan pencari yang sudah berhari-hari berkeliling mencari sang Raja.

Raja pulang dengan keadaan letih, tetapi lega. Yang pertama dikunjunginya adalah sang penasehat yang berada di penjara. Penasehat itu dikeluarkan dari penjara dan Raja mengucapkan terima kasih. Raja membenarkan pendapat sang penasehat bahwa memang kita harus bersyukur. Penasehat yang kebingungan dengan perubahan hati sang raja bertanya ada apa. Dan Raja menerangkan semua peristiwa di hutan itu. Lalu sang penasehat juga langsung sujud di hadapan Raja. "Baginda saya juga berterima kasih karena baginda telah memenjarakan saya. Kalau saya tidak dipenjara saat ini, tentu saja saya yang sekarang sedang di masak oleh suku liar itu".
-----
Note :
-- Jangan pernah menyesali yang sudah lalu. Bersyukurlah, dan carilah hikmah dari setiap peristiwa.

Sumber:Dokumen Kumpulan Cerita Motivasi

Di sebuah kerajaan yang sangat makmur, hiduplah seorang Raja yang pemberani dan penasehatnya yang bijaksana. Suatu hari sang raja dan penasehat pergi berburu. Malangnya, terjadilah kecelakaan yang mengakibatkan jari kelingking sang raja terputus. Maka pulanglah rombongan ini dalam keadaan yang gundah. Setelah mengalami perawatan beberapa hari, sang Raja mulai pulih secara fisik, tetapi dia masih sangat malu untuk muncul di depan umum. Maka dipanggillah sang penasehat.

Raja : "Penasehat, bagaimana menurut pendapatmu keadaanku yang tidak lengkap lagi ini?"
Penasehat : "Tidak masalah, baginda. Itu baik-baik saja. Bersyukurlah bahwa hanya kelingking yang hilang"

Mendengar ini marahlah raja kepada penasehat. Dia berdebat panas dengan sang penasehat yang akhirnya dipenjarakan karena dianggap menghina Raja. Diangkatlah seorang penasehat baru.

Raja tidak bisa meninggalkan hobi berburunya. Setelah sembuh total, dia bersama penasehat barunya berburu kembali ke hutan yang lain. Tetapi kembali sebuah kemalangan menimpa rombongan ini. Sedang asyik-asyiknya mengejar kijang buruan, maka tersesatlah raja dan penasehat di hutan tersebut. Mereka tertangkap oleh segerombolan suku liar di hutan itu, dan segera diikat untuk dikorbankan kepada dewa suku itu.

Upacara sudah disiapkan. Kuali raksasa diisi air dan sudah dipanaskan. Kedua tawanan dibawa siap untuk disembelih dan dimasak. Tiba-tiba sang dukun berteriak, bahwa si Raja tidak boleh ikut disembelih karena cacat di kelingkingnya. Korban harus sempurna tidak boleh cacat. Maka raja itu dibuang ke hutan, dan setelah 3 hari bertemu pasukan pencari yang sudah berhari-hari berkeliling mencari sang Raja.

Raja pulang dengan keadaan letih, tetapi lega. Yang pertama dikunjunginya adalah sang penasehat yang berada di penjara. Penasehat itu dikeluarkan dari penjara dan Raja mengucapkan terima kasih. Raja membenarkan pendapat sang penasehat bahwa memang kita harus bersyukur. Penasehat yang kebingungan dengan perubahan hati sang raja bertanya ada apa. Dan Raja menerangkan semua peristiwa di hutan itu. Lalu sang penasehat juga langsung sujud di hadapan Raja. "Baginda saya juga berterima kasih karena baginda telah memenjarakan saya. Kalau saya tidak dipenjara saat ini, tentu saja saya yang sekarang sedang di masak oleh suku liar itu".
-----
Note :
-- Jangan pernah menyesali yang sudah lalu. Bersyukurlah, dan carilah hikmah dari setiap peristiwa.

Sumber:Dokumen Kumpulan Cerita Motivasi
— bersama Nova Widianty dan 5 lainnya.

Si Tukang Kayu

Foto: Si Tukang Kayu

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan kontruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada si tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk miliknya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia Cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya.

Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri karirnya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahan itu datang melihat rumah yang dimintainya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. “Ini adalah rumahmu“ katanya ”hadiah dari kami”. Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesal. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi dalam kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan, kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadari sejak semula, kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkanlah rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.

Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat dari sikap dan pilihan yang kita perbuat di hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.



sumber:Dokumen Cerita Motivasi

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan kontruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada si tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk miliknya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia Cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya.

Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri karirnya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahan itu datang melihat rumah yang dimintainya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. “Ini adalah rumahmu“ katanya ”hadiah dari kami”. Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesal. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi dalam kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan, kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadari sejak semula, kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkanlah rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.

Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat dari sikap dan pilihan yang kita perbuat di hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.



sumber:Dokumen Cerita Motivasi
— bersama Umi Muchoiyaroh dan 2 lainnya.

KISAH Empat Lilin


Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh. Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.


Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.


Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.” “Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.


Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara:”Aku adalah Cinta” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.


Tanpa terduga…


Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!” Lalu ia mengangis tersedu-sedu.


Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata: Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya: ”Akulah H A R A P A N “


Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.


Apa yang tidak pernah mati hanyalah H A R A P A N yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Damai, Iman, Cinta dengan H A R A P A N-nya!

Empat Tanda Orang Celaka dan Bahagia

Foto: Empat Tanda Orang Celaka dan Bahagia


Dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad karangan Imam Nawawi Al-Bantani disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tanda orang celaka ada empat yaitu :

-Pertama, melupakan dosa-dosa masa lalu padahal semuanya tercatat dengan rapi di sisi Allah.

-Kedua, mengenang kebaikan di masa lalu padahal belum diketahui diterima Allah atau tidak.

-Ketiga, Dalam urusan dunia selalu memandang ke yang lebih atas. 

-Keempat, dalam urusan agama selalu memandang ke yang lebih rendah.

Kemudian disebutkan pula, tanda orang bahagia juga ada empat. 
-Pertama, mengingat dosa-dosa yang telah lalu. 

-Kedua, melupakan kebaikan yang pernah ia lakukan.

-Ketiga, dalam urusan agama senang melihat kepada orang yang lebih tinggi (dalam ibadah dan ketaatannya kepada Allah). 

-Keempat, dalam urusan dunia senang melihat kepada orang yang lebih rendah (sehingga mendorongnya untuk lebih mensyukuri nikmat-Nya).”

Marilah kita merenung, di manakan kita  di antara kedua tanda tersebut? Apabila memang kita lebih cenderung kepada sifat-sifat yang celaka maka tidak ada salahnya untuk mengakui. Karena pengakuan adalah langkah awal untuk memperbaiki diri.

Tanda celaka yang pertama adalah melupakan dosa-dosa yang telah lalu. Kita sebagai manusia yang seringkali lalai, bukan saja melupakan dosa yang telah lalu bahkan kita acapkali tidak menyadari bahwa apa yang kita lakukan menambah pundi dosa kita.

Atau malah  kita sudah tahu bahwa yang kita lakukan adalah dosa, namun tetap saja kita melakukannya. Seakan-akan kita meremehkan balasan yang pasti akan kita terima di akhirat. Maka, mengingat dosa akan menghentikan niat buruk kita sekaligus menjadi motivator dalam menambah pundi pahala.

Tanda celaka kedua adalah mengenang kebaikan di masa lalu. Adanya perasaan ini di dalam hati manusia adalah bukti nyata tentang liciknya syaitan. Syaitan pernah berjanji untuk selalu menggoda manusia yang disebutkan Allah dalam banyak ayat, salah satunya dalam surat Al-A’rof : 17. “Kemudian saya akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”

Ketika manusia akan melakukan kebaikan, syaitan dengan berbagai caranya menggoda manusia untuk gagal melakukannya. Namun ketika manusia berhasil mengalahkan bisikan syaitan dengan tetap melakukan kebaikan, syaitan menggoda manusia dengan cara yang lain. Dibisikkanlah ke dalam hati manusia rasa bangga dengan kebaikannya. Sehingga muncullah bangga diri. Muncullah rasa lebih baik daripada orang lain.  Astaghfirullahal’adzim.

Dalam hal ini, menyadari bahwa amalan kita belum tentu diterima Allah memiliki peranan penting dalam menundukkan rasa ujub dan takabbur.

Tanda celaka ketiga adalah dalam urusan dunia selalu memandang kapada yang lebih atas. Sehingga jiwa tidak tenang dan selalu merasa kurang. Yang teringat hanyalah kekurangan dan serba kekurangan. Padahal, nikmat dari Allah adalah tidak terkira. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). QS. Ibrahim : 34.

Dan yang tanda celaka yang terakhir adalah dalam urusan ibadah selalu melihat kepada yang lebih rendah. Orang yang seperti ini akan menjadi orang sombong yang merasa telah melakukan banyak. Padahal (lagi-lagi) kita tidak tahu apakah amal kita diterima Allah atau tidak. Maka, semoga kita dapat menjauhi tanda celaka dan mengamalkan tanda bahagia.
aamiin



Dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad karangan Imam Nawawi Al-Bantani disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tanda orang celaka ada empat yaitu :

-Pertama, melupakan dosa-dosa masa lalu padahal semuanya tercatat dengan rapi di sisi Allah.

-Kedua, mengenang kebaikan di masa lalu padahal belum diketahui diterima Allah atau tidak.

-Ketiga, Dalam urusan dunia selalu memandang ke yang lebih atas.

-Keempat, dalam urusan agama selalu memandang ke yang lebih rendah.

Kemudian disebutkan pula, tanda orang bahagia juga ada empat.
-Pertama, mengingat dosa-dosa yang telah lalu.

-Kedua, melupakan kebaikan yang pernah ia lakukan.

-Ketiga, dalam urusan agama senang melihat kepada orang yang lebih tinggi (dalam ibadah dan ketaatannya kepada Allah).

-Keempat, dalam urusan dunia senang melihat kepada orang yang lebih rendah (sehingga mendorongnya untuk lebih mensyukuri nikmat-Nya).”

Marilah kita merenung, di manakan kita di antara kedua tanda tersebut? Apabila memang kita lebih cenderung kepada sifat-sifat yang celaka maka tidak ada salahnya untuk mengakui. Karena pengakuan adalah langkah awal untuk memperbaiki diri.

Tanda celaka yang pertama adalah melupakan dosa-dosa yang telah lalu. Kita sebagai manusia yang seringkali lalai, bukan saja melupakan dosa yang telah lalu bahkan kita acapkali tidak menyadari bahwa apa yang kita lakukan menambah pundi dosa kita.

Atau malah kita sudah tahu bahwa yang kita lakukan adalah dosa, namun tetap saja kita melakukannya. Seakan-akan kita meremehkan balasan yang pasti akan kita terima di akhirat. Maka, mengingat dosa akan menghentikan niat buruk kita sekaligus menjadi motivator dalam menambah pundi pahala.

Tanda celaka kedua adalah mengenang kebaikan di masa lalu. Adanya perasaan ini di dalam hati manusia adalah bukti nyata tentang liciknya syaitan. Syaitan pernah berjanji untuk selalu menggoda manusia yang disebutkan Allah dalam banyak ayat, salah satunya dalam surat Al-A’rof : 17. “Kemudian saya akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”

Ketika manusia akan melakukan kebaikan, syaitan dengan berbagai caranya menggoda manusia untuk gagal melakukannya. Namun ketika manusia berhasil mengalahkan bisikan syaitan dengan tetap melakukan kebaikan, syaitan menggoda manusia dengan cara yang lain. Dibisikkanlah ke dalam hati manusia rasa bangga dengan kebaikannya. Sehingga muncullah bangga diri. Muncullah rasa lebih baik daripada orang lain. Astaghfirullahal’adzim.

Dalam hal ini, menyadari bahwa amalan kita belum tentu diterima Allah memiliki peranan penting dalam menundukkan rasa ujub dan takabbur.

Tanda celaka ketiga adalah dalam urusan dunia selalu memandang kapada yang lebih atas. Sehingga jiwa tidak tenang dan selalu merasa kurang. Yang teringat hanyalah kekurangan dan serba kekurangan. Padahal, nikmat dari Allah adalah tidak terkira. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). QS. Ibrahim : 34.

Dan yang tanda celaka yang terakhir adalah dalam urusan ibadah selalu melihat kepada yang lebih rendah. Orang yang seperti ini akan menjadi orang sombong yang merasa telah melakukan banyak. Padahal (lagi-lagi) kita tidak tahu apakah amal kita diterima Allah atau tidak. Maka, semoga kita dapat menjauhi tanda celaka dan mengamalkan tanda bahagia.
aamiin

=Pencuri Kue=

Foto: =Pencuri Kue=

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapajam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru saja dibelinya.
Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan.
Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang Pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berpikir kalau aku bukan orang baik, sudah kutonjok dia! Setiap ia mengambil satu kue, si lelaki juga mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua . Si lelaki menawarkan separo miliknya, sementara ia makan yang separonya lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir, ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar, malah ia tidak kelihatan berterima kasih. Belum pernah rasanya ia begitu kesal.
Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si “Pencuri tak tahu terima kasih!”. Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hamper selesai dibacanya.
Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. Di situ ada kantong kuenya, didepan matanya. Lho kok kueku masih ada di sini, erangnya dengan patah hati. Jadi kue tadi memang adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi dengannya.
Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih dan dialah pencuri kue itu. Seperti dalam hidup kita ini, kisah pencuri kue seperti tadi mungkin sering terjadi.

#Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata 
kita sendiri. Serta tak jarang kita berprasangka buruk.
Orang lainlah yang kasar, orang lainlah yang tak tahu diri, orang lainlahyang jahat, orang lainlah yang sombong, orang lainlah yang salah. Padahal kita sendiri yang salah, tapi kita tidak tahu/tidak menyadarinya.
Kita sering mengomentari perbuatan orang lain, mencemooh tindakan, pendapat atau gagasan orang lain sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.
Seringkali kita menyalahkan orang lain atas kejadian-jadian buruk yang menimpa kita, tetapi apakah kita menyadari kalau yang salah sebenarnya adalah kita sendiri ? apakah pernah terpikir oleh kita kalau orang lain melakukan itu untuk tujuan yg baik & tidak bermaksud mencelakai kita ?
:) :) :')

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapajam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru saja dibelinya.
Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan.

Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang Pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berpikir kalau aku bukan orang baik, sudah kutonjok dia! Setiap ia mengambil satu kue, si lelaki juga mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua . Si lelaki menawarkan separo miliknya, sementara ia makan yang separonya lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir, ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar, malah ia tidak kelihatan berterima kasih. Belum pernah rasanya ia begitu kesal.

Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si “Pencuri tak tahu terima kasih!”. Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hamper selesai dibacanya.

Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. Di situ ada kantong kuenya, didepan matanya. Lho kok kueku masih ada di sini, erangnya dengan patah hati. Jadi kue tadi memang adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi dengannya.
Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih dan dialah pencuri kue itu. Seperti dalam hidup kita ini, kisah pencuri kue seperti tadi mungkin sering terjadi.

#Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata
kita sendiri. Serta tak jarang kita berprasangka buruk.
Orang lainlah yang kasar, orang lainlah yang tak tahu diri, orang lainlahyang jahat, orang lainlah yang sombong, orang lainlah yang salah. Padahal kita sendiri yang salah, tapi kita tidak tahu/tidak menyadarinya.
Kita sering mengomentari perbuatan orang lain, mencemooh tindakan, pendapat atau gagasan orang lain sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.
Seringkali kita menyalahkan orang lain atas kejadian-jadian buruk yang menimpa kita, tetapi apakah kita menyadari kalau yang salah sebenarnya adalah kita sendiri ? apakah pernah terpikir oleh kita kalau orang lain melakukan itu untuk tujuan yg baik & tidak bermaksud mencelakai kita ?
:')

Nilai Diri Kita

Foto: Nilai Diri Kita

Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kaket tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:
“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 50.000!!” Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”

Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?” Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.
“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu. Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”
Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan. 
***
Sahabat, cerita diatas sangatlah sederhana. Namun kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 50.000
Sahabat resensinet, seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.
Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Allah. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf.
Kita tetap tak ternilai di mata Allah.
Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai kita. Tingkah laku kita. seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.
Sahabat, akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.
Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.
Guys, thanks for reading. Hope u r well and please do take care. 
dan juga untuk gambar di atas itu adalah gambar Anak-anak Palestina bermain-main di pantai di kota Gaza selama badai debu yang melanda Timur Tengah.
ok, Wassalamualaikum wr wb. Salam hangat!!!

Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kaket tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:
“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 50.000!!” Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”

Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?” Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.
“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu. Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”
Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan.
***
Sahabat, cerita diatas sangatlah sederhana. Namun kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 50.000
Sahabat resensinet, seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.
Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Allah. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf.
Kita tetap tak ternilai di mata Allah.
Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai kita. Tingkah laku kita. seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.
Sahabat, akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.
Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.
Guys, thanks for reading. Hope u r well and please do take care.
dan juga untuk gambar di atas itu adalah gambar Anak-anak Palestina bermain-main di pantai di kota Gaza selama badai debu yang melanda Timur Tengah.
ok, Wassalamualaikum wr wb. Salam hangat!!!

Categories